Mencapai Akreditasi ‘Unggul’ Melalui Reputasi
Masuk sebagai 7 besar Politeknik Terbaik se-Indonesia, PNJ terus melakukan evaluasi diri agar lulusannya memenuhi kualifikasi industri.
Sebagai Perguruan Tinggi Vokasi, Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di industri. Sistem pendidikannya mempertemukan ilmu dan teknologi secara harmonis, demi hasilkan lulusan yang kompeten.
Masih tidak kenal PNJ? Berikut petikan wawancara Hendarman MD dari FAKTAREVIEW.COM dengan Direktur Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) periode 2020 – 2024, Dr. sc H. Zainal Nur Arifin, Dipl. – Ing., MTL., M.T., yang mengungkap lebih mendalam tentang PNJ dari Direkturnya.
Sebagai Direktur PNJ yang baru, apa program unggulan yang ditawarkan sehingga Anda terpilih menjadi Pimpinan Tertinggi PNJ saat ini?
Mungkin mereka melihatnya karena saya sudah punya pengalaman, sudah 2 (dua) periode menjadi Wakil Direktur semasa kepemimpinan Bapak Abdillah: periode pertama di Bidang Kerjasama dan kedua di Akademik. Selain itu, mungkin juga karena kedekatan saya dengan Direktur yang lama. Sering mendampingi beliau, saat menghadiri undangan dimana-mana.
Atau mungkin mereka berharap banyak dari saya, sebagai alumni angkatan pertama PNJ pada tahun 1982. Setelah lulus, saya mendapat beasiswa Bank Dunia melanjutkan S-1 di Hochschule Rapperswill – Swiss. Saat itu PNJ sudah menjalin kerjasama dengan Politeknik Swiss, setelah lulus saya kembali dan mengajar di PNJ.
Ketiga banyak rencana program yang saya ajukan, karena selama dua periode menjadi Wakil Direktur minimal sudah tahu yang sudah maupun belum dicapai dan kendalanya. Maka fokus saya pada masalah akreditasi, karena program studi kita masih belum banyak yang mendapat A, padahal PNJ termasuk salah satu Politeknik tertua.
Menurut saya Akreditasi menunjukkan performa kinerja, lantaran suatu Perguruan Tinggi dikatakan baik dilihat dari akreditasinya. Selanjutnya masalah reputasi yang dilihat dari ranking. Saat ini PNJ masih berada di ranking 7 yang menurut saya belum maksimal, sebab itu juga menjadi fokus utama saya.
Keempat karena Visi Misi kita di tahun 2020 harusnya sudah menjadi rujukan kelas Asia Tenggara, tapi kita nampaknya belum dapat mencapainya. Terbukti dengan akreditasi yang masih belum berada di posisi top secara nasional, meski lulusan kita sudah memiliki daya saing di tingkat Asia Tenggara.
Jadi apa kendalanya, sehingga terhambat seperti itu?
Yang pertama karena masalah SDM, sekarang dituntut keberadaan banyak Dosen yang yang bergelar Doktoral (S3). Mungkin dulu tidak menjadi fokus, karena anggapan kalau Vokasi tidak perlu Dosen Doktoral. Tapi dari sisi akreditasi maupun reputasi, masih tetap disamakan dengan universitas, sehingga Dosennya juga harus S3. Makanya, sekarang akan kami genjot.
Kedua, kita juga dituntut keharusan penelitian Dosen dipublikasikan dalam jurnal internasional. Para Dosen kita masih sibuk mengajar saja, sehingga menjadi tantangan yang memang sekarang harus kita dorong. Salah satu caranya dengan mendorong Dosen-dosen muda, sekaligus agar melanjutkan S-3 melalui pemberian beasiswa.
Selanjutnya, tentang sarana dan prasarana. Peralatan bengkel Politeknik memang cukup mahal, sementara dana dari pemerintah terbatas. Akibatnya tidak setiap tahun kita dapat mengikuti perkembangan alat yang ada di industri, padahal sebagai pendidikan Vokasi harus selalu up to date.
Oleh karena itu dalam strategi ke depan, kita memperbanyak kerjasama industri. Dengan bersinergi, mahasiswa di setiap Program Studi akan ditambah praktek atau magang di industri. Jadi peralatan industri kita manfaatkan untuk belajar, sebagai bagian teaching industry. Siapa tahu, mereka juga ingin menghibahkan alat-alatnya kepada Politeknik.
Menurut Anda, apakah pendidikan di PNJ saat ini sudah sesuai dengan yang diharapkan?
Memang masih belum maksimal bila dibandingkan dengan perkuliahan di luar negeri, seperti pendidikan Vokasi di Swiss atau Jerman. Pada umumnya based kurikulum kita masih banyak yang belum matching dengan industri, sehingga belum semua lulusan terserap.
Kunci keberhasilan pendidikan Politeknik atau Vokasi adalah praktek yang menjadi dasar kompetensi mahasiswa, terutama magang di luar kampus. Hal ini berarti kita harus menjalin kerjasama dengan industri, karena sebagian besar industri masih belum punya kepedulian kepada perguruan tinggi, untuk menfasilitasi atau menerima magang mahasiswa. Juga pemerintah tidak ‘memaksa’ industri menyediakan tempat magang, sehingga kita harus mencari sendiri.
Industri maunya instan saja dengan hanya mengambil lulusan terbaik, tanpa mau terlibat dalam prosesnya. Untuk itu perlu kiranya dibuat kebijakan atau peraturan pemerintah, seperti Peraturan Presiden yang memberikan insentif berupa keringanan pajak bagi perusahaan yang bekerjasama dengan pendidikan. Namun menurut saya belum cukup, karena hukumnya bukan wajib masih sunnah bagi industrinya.
Kalau di Eropa, selain insentif juga diberikan punishment melalui Peraturan Pemerintah yang mewajibkan kerjasama dengan dunia pendidikan berupa penyediaan tempat magang. Kalau industri di sana tidak menerima magang, perusahaannya dapat di-blacklist oleh pemerintah.
Untuk birokrasi, apakah saat ini sudah sesuai harapan Anda?
Birokrasi, khususnya di Pendidikan Vokasi, sudah ada perubahan. Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sekarang terdapat Dirjen Pendidikan Vokasi yang khusus menangani politeknik maupun Sekolah Vokasi. Dengan begitu birokrasinya menjadi lebih cepat, sehingga kebijakan-kebijakan bisa diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan kita.
Apa harapan Anda dengan adanya Dirjen yang khusus menangani Vokasi?
Bagus sekali adanya Dirjen yang khusus menangani Vokasi ini, karena mereka tahu Politeknik berfokus pada kerjasama industri. Mereka dapat memberikan pendanaan hibah untuk menginisiasi kerjasama dengan industri, mengembangkan kurikulum dan sinergitas. Bahkan mereka juga mendorong agar para ahli di industri mengajar di PNJ, sehingga mahasiswa mendapatkan ilmu dan wawasannya.
Bagaimana rencana PNJ dalam meningkatkan kerjasama dengan Politeknik Luar Negeri?
Sebenarnya kerjasama dengan Politeknik di luar negeri, sudah banyak dibuat MoU. Hal ini juga menjadi salah satu program saya untuk melanjutkan dan memaksimalkannya. Karena masih banyak yang hanya berhenti pada MoU, walaupun ada pertukaran mahasiswa sebagai wujudnya.
Kita akan lanjutkan dengan pertukaran dosen, misalnya. Supaya dosen punya wawasan internasional, sehingga nanti mereka akan kita kirim untuk mengajar. Itu yang saya programkan, agar para dosen merasakan dan mengalami langsung sistem pengajaran di luar negeri, sehingga mereka memiliki wawasan, pola berpikir, maupun cara mengajar yang berlaku secara internasional dan mampu mengubah kebiasaan di sini.
Untuk kerjasama dengan Pemkot Depok sendiri, bagaimana?
Selama ini hanya dari Pemprov Jawa Barat kita mendapat bantuan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu yang tinggal di Jawa Barat. Secara materi memang belum ada subsidi dari Pemkot Depok, selain kerjasama pengabdian masyarakat berupa wilayah yang kita kembangkan sebagai desa binaan.
Tadinya saya mau minta bantuan untuk rapid test, tetapi sudah kita danai sendiri. Karena itu, saya akan minta bantuan untuk swab test, yang direkomendasikan ke Dinkesnya Depok. Mudah-mudahan ke depan, siapa pun yang terpilih nanti sebagai Kepala Pemerintahan Depok dapat mewujudkan subsidi melalui kerjasama yang lebih luas.
Untuk Dosen yang sudah S3 di PNJ, berapa banyak?
Doktor di PNJ saat ini sudah 50% dari jumlah keseluruhan 300 Dosen, walau sebenarnya masih kurang untuk mendapatkan Akreditasi A. Jadi kita harus memiliki Doktor sebanyak 70 - 80% , yang tadi saya bilang akan ditingkatkan dengan mendorong para Dosen kuliah lagi.
Cuma kendalanya sebagian besar Dosen senior yang sudah mengajar sejak saya masih kuliah, artinya dalam 4 - 5 tahun mendatang mereka sudah pensiun. Sehingga kemungkinan kita tidak bisa lagi mendorong mereka, karena barangkali beliau juga tidak mau. Makanya himbauan untuk kuliah lagi lebih kita tujukan bagi Dosen-dosen muda dan mengadakan program perekrutan Dosen baru.
Apakah di PNJ menyediakan beasiswa bagi para dosen yang ingin meneruskan kuliah S-3 atau beasiswa dari pihak lain?
Bagi Dosen yang ingin studi lanjut ke S3 terdapat beasiswa yang disediakan Dikti, cuma memang harus bersaing dengan perguruan tinggi lain. Kalau dari PNJ sendiri belum ada program beasiswa, tetapi kami memberikan bantuan kuliah untuk S3 sekitar sepuluh juta rupiah persemester tanpa melihat besaran biayanya kuliahnya.
Anda sudah menjabat sebagai Direktur PNJ beberapa bulan, apa saja yang sudah Anda kerjakan?
Yang utama untuk mencapai nilai akreditasi ‘unggul’, paling cepat dilakukan dengan meningkatkan nilai reputasi. Sedangkan untuk SDM butuh waktu, seperti yang tadi saya katakan. Tapi poin-poin yang bisa dilakukan dengan cepat tengah kita laksanakan, sebagai contoh sistem informasi yang terintegrasi.
Untuk pembangunan sistem informasi terintegrasi yang kita lakukan, misalnya pada ujian masuk bagi mahasiswa baru yang biasanya dilakukan secara offline kemarin kita lakukan melalui daring. Kemudian sistem informasi antar bidang kita kembangkan, supaya data-data terintegrasi dengan baik. Ini yang sekarang kita utamakan, karena mempunyai nilai yang sangat signifikan dalam akreditasi. (azf)
File | Nama File | Format Type |